JAKARTA — Pemerintah memutuskan menambah anggaran subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar. Tambahan subsidi ini diberlakukan terkait kebijakan pemerintah untuk menahan harga bensin.
Meski kebijakan pemerintah menahan harga Bensin berlaku hingga 2019, kebijakan tambahan subsidi hanya turun hingga akhir 2018. Sementara untuk Premium tak ada penambahan subsidi karena memang sudah dikeluarkan sebagai Bensin Bersubsidi sejak 2014.
Direktur Pusat Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menilai, sepanjang konsumem yang berhak atas Solar Subsidi masih nyaris “terbuka” seperti saat ini, maka subsidi Pemerintah untuk Solar, berpotensi terus meningkat dan pada akhirnya akan menguras APBN.
“Sudah saatnya pemerintah mengoreksi tentang siapa yg berhak atas Solar Subsidi dan tidak perlu terpaku dengan “alasan” bahwa BBM subsidi Solar punya dampak terhadap perekonomian. Ini perlu dikaji ulang,” tegasnya.
Menurut Sofyano Penggunaan Solar Subsidi untuk “alat” bisnis pengusaha angkutan (khususnya yg tarif angkutannya tdk diatur oleh Pemerintah) bisa dinilai publik melanggar rasa keadilan karena “Premium” yang digunakan rakyat dan adalah bahan bakar yang tak disubsidi Pemerintah, harganya (Rp 6.450/liter) ini lebih mahal dibanding harga Solar Subsidi (Rp 5.150/liter).
“Rentang harga yg cukup signifikan antara harga Solar Subsidi dengan harga Solar Industri, juga sangat berpeluang menjadikan Solar Subsidi diselewengkan, karena tidak ada aturan yg mengatur jumlah pembelian maksimal untuk Solar Subsidi,” paparnya.
Kendaraan bermotor yang berbahan bakar Solar bisa bebas membeli Solar Subsidi dengan jumlah berapa pun dan bisa beralih alih membeli dari satu SPBU ke SPBU lainnya. Ini harus menjadi perhatian pemerintah.
“Karena nya sudah saatnya Pemerintah menetapkan bahwa Solar Subsidi hanya untuk kendaraan angkutan penumpang plat kuning dan angkutan barang roda enam kebawah. (ACB)
Leave a comment