Jakarta, hotfokus.com
Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) telah memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen dan ini sesuai ekspetasi bahwa BI akan melakukan keputusan tersebut.
Keputusan BI ini patut diapresiasi karena dinilai tepat dan strategis sebagai langkah antisipasi menghadapi problem CAD atau DTB yg sempat melebar mendekati 3% terhadap PDB (2018). Keputusan itu juga taktis karena dimaksudkan untuk memperkuat stabilitas eksternal perekonomian di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi global, terutama Tiongkok, AS dan Uni Eropa.
Ibarat permainan sepakbola, langkah BI memperkuat pertahanan domestik dari tekanan eksternal merupakan langkah yang cerdas sebelum tekanan eksternal tadi makin kuat dan besar. Benteng pertahanan diperkuat dulu melalui jalur suku bunga kebijakan atau BI7DRRR,” tutur Kepala Ekonom BNI, Ryan Kiryanto dalam pesan whatsApp hari ini.
Tak hanya itu saja, kata Ryan, disamping memperkuat pertahanan melalui jalur suku bunga, RDG BI juga menyusun kekuatan tambahan melalui kebijakan2 lain yang akomodatif (operasi moneter untuk memperkuat likuiditas dgn cara transaksi term repo dan fx swap; kebijakan makroprudensial dgn menaikkan RIM 80-92% menjadi 84-94%; pendalaman pasar keuangan dgn market conduct dan beleig instrumen derivatif suku bunga IRS -OIS; dan penguatan kebijakan sistem pembayaran sejalan dgn trend ekonomi keuangan digital. Dapat dipastikan kalangan perbankan, dunia usaha dan pelaku pasar modal merespon positif keputusan RDG BI tersebut karena stance kebijakan BI makin jelas, yakni market and investor friendly.
Perbankan tidak akan tergoda menaikkan suku bunga (simpanan dan kredit), permintaan kredit meningkat lantaran dunia usaha makin ekspansif dan investor asing bergairah masuk ke pasar keuangan domestik. Pada pokoknya, suasana kebatinan atas keputusan RDG BI tersebut sudah selaras dengan suasana kebatinan global dimana bank-bank sentral di dunia pun cenderung menahan suku bunga acuannya.
“Bbrp bank sentral sot BOJ dan ECB malah mematok suku bunga acuan negatif untuk menstimulasi perekonomiannya yg kontraksi,” pungkas Ryan. (SA)
Leave a comment