Home OPINI Negara Invoice dan Republik Transfer Pricing
OPINI

Negara Invoice dan Republik Transfer Pricing

Share
Negara Invoice dan Republik Transfer Pricing
Share

(Satire Fiskal di Negeri dengan Laporan Keuangan Ganda)

Oleh : Andi N Sommeng

Negeri ini memang ajaib.
Di satu sisi, pemerintahnya berteriak: “Bayarlah pajakmu, karena pajakmu membangun negeri!”
Di sisi lain, importir dan eksportirnya bergumam pelan di balik faktur: “Bayarlah secukupnya saja, agar perusahaan tetap berdiri—dan rumah kedua di Singapura tetap terjaga.”

Republik Under-Invoicing

Kita hidup di republik yang punya dua harga, satu untuk negara, satu untuk kenyataan.
Harga di invoice hanya separuh dari harga di pelabuhan.
Katanya untuk “efisiensi logistik”—padahal untuk efisiensi pajak.
Kemenkeu menyebutnya “loss of state revenue.”
Pedagang menyebutnya “business optimization.”
Saya menyebutnya “seni menulis angka dengan rasa malu-malu.”

Dari studi Global Financial Integrity, hilangnya penerimaan negara akibat mis-invoicing pada 2016 saja mencapai USD 6,5 miliar.
Itu bukan angka kecil—itu cukup untuk membangun 10.000 sekolah, atau satu gedung kementerian baru yang (lagi-lagi) tak akan selesai tepat waktu.

Transfer Pricing:
Dari Cinta Menjadi Transfer

Transfer pricing adalah kisah cinta antar anak perusahaan lintas negara.
Yang satu di Indonesia, penuh beban pajak dan laporan bulanan ke kantor pajak.
Yang satu di tax haven—cantik, eksotis, dan tak pernah ditanya auditor.
Mereka saling bertukar harga, bukan pelukan.
Kadang harga gas yang “terlalu murah,” kadang jasa konsultasi yang “terlalu mahal.”
Intinya, cinta mereka bersemi di antara invoice dan royalty agreement.

Dan lucunya, setiap kali DJP menegur, selalu ada istilah baru: “Arm’s Length Principle.”
Padahal, tangan panjang itulah yang justru memindahkan laba ke luar negeri.
Kita seolah menyaksikan perampokan fiskal yang dibungkus dengan seminar “Good Corporate Governance.”

Ekonomi Dua Dunia

Ekonomi resmi mencatat surplus perdagangan.
Ekonomi nyata mencatat surplus ke rekening luar negeri.
Para teknokrat sibuk menulis “blueprint reformasi perpajakan,” sementara para pedagang sibuk menulis invoice baru yang sedikit lebih kecil dari kemarin.
Dan lucunya, semua pakai software legal, lengkap dengan lisensi orisinal—karena pencurian besar tak pernah dilakukan secara ilegal.

Tafsir Ulama Fiskal

Seorang filsuf Islam mungkin akan berkata:

Kejujuran dalam timbangan adalah kunci keberkahan.

Tapi kita terlalu sibuk menimbang harga kebenaran dalam dolar.
Bahkan moral pun kini bisa di-adjust sesuai exchange rate.

Akhir Kata dari Auditor Langit

Kalau neraca dunia bisa dimanipulasi,
bagaimana dengan neraca amal manusia?
Mungkin di akhirat nanti, Tuhan pun akan bertanya:

Mana laporan laba ruginya—yang benar atau yang dikirim ke kantor pajak?

Catatan Penulis:
Negara ini bukan kekurangan uang—ia hanya kelebihan celah.
Dan selama faktur masih bisa di negoisasi, keadilan fiskal akan tetap menjadi barang ekspor non-migas paling laris di republik ini.

|A||N||S|
Buitenzorg,
24Oktober2025
_Verba volant, scripta manent_yg yg in

Share

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles
SPBU Pertamina, Layak Disebut SPBU Merah Putih
OPINI

SPBU Pertamina, Layak Disebut SPBU Merah Putih

Oleh : Sofyano ZakariaDirektur Puskepi Di tengah keseharian masyarakat Indonesia, Stasiun Pengisian...

Due Diligence Adalah Kunci Menguak Kasus PIMD-Phoenix
OPINI

Due Diligence Adalah Kunci Menguak Kasus PIMD-Phoenix

Oleh: Defiyan CoriEkonom Konstitusi Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membuka perkara...

Monarki Nusantara ala Republik Tropis
OPINI

Monarki Nusantara ala Republik Tropis

Oleh : Andi N Sommeng Kalau orang Perancis bilang La Nation, une...

APBN Tak Defisit, Mungkinkah?
OPINI

APBN Tak Defisit, Mungkinkah?

Oleh: Defiyan CoriEkonom Konstitusi Jauh panggang dari api, apa yang dipidatokan soal...