- Jakarta, hotfokus.com
Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuannya BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen. Namun nyatanya dampak penurunan suku bunga acuan yang telah dilakukan BI sejak Juli 2020 sebesar 225 basis poin itu belum begitu berdampak pada tingkat penurunan suku bunga kredit. Ada apa?
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan alasan mengapa perbankan masih kerap enggan menurunkan suku bunga kreditnya. Atau kalaupun sudah diturunkan tingkat suku bunganya hanya kecil sekali atau tidak seimbang dengan tingkat penurunan BI-7DRRR.
Menurut Perry ada tiga faktor yang menyebabkan mengapa perbankan masih “pelit” turunkan bunga kreditnya sehingga masih sering menjadi keluhan para debitur. Tiga faktor yang menentukan penurunan suku bunga kredit itu adalah cost of fund dari dana yang diperoleh perbankan, kemudian biaya administrasi dan premi risiko.
Dari tiga faktor itu, BI melihat sebenarnya dua faktor sudah mendukung penurunan suku bunga kredit yaitu cost of fund dan biaya administrasi. Menurutnya, cost of fund dari perbankan saat ini sudah turun akibat besaran penurunan BI rate yang sudah cukup besar. Hal itu mendorong transaksi di pasar uang jauh lebih murah karena suku bunganya rendah. Kemudian biaya administrasi perbankan seharusnya juga sudah turun karena maraknya digitalisasi yang dilakukan industri perbankan demi menciptakan efisiensi.
“Jadi faktor pertama itu mestinya bank sudah bisa turunkan suku bunga kredit karena syaratnya telah terpenuhi. Lalu biaya administrasi yang sudah mudah karena adanya digitalisasi banking, tentu saja harusnya juga udah turun itu suku bunga kredit,” kata Perry dalam konferensi pers virtual, Kamis (19/11/2020).
Namun, ada satu faktor yang belum mendukung penurunan suku bunga kredit perbankan yaitu premi risiko. Di tengah lesunya perekonomian akibat pandemi covid-19, perbankan melihat risiko dari kredit yang dikucurkannya selama ini sangat tinggi. Hal itu membuat mereka harus mencadangkan lebih banyak dana sebagai bantalan agar kinerja pembiayaan tetap dapat berjalan. Satu faktor inilah yang menjadi penyebab utama mengapa perbankan masih belum turunkan suku bunga kreditnya.
“Itu karena persepsi risiko kredit yang dinilai masih tinggi oleh perbankan. Dengan menurunnya aktivitas ekonomi risiko kredit meningkat dan sejumlah bank meningkatkan kebutuhan pencadangan untuk risiko kredit itu,” sambungnya.
Meski begitu, Perry mendorong agar perbankan turut ambil bagian dalam upaya pemulihan ekonomi nasional (PEN) dan juga dalam rangka mendorong peningkatan kredit dengan cara menurunkan suku bunga kreditnya. Sebab dengan suku bunga kredit yang lebih rendah, akan mendorong lebih banyak pengajuan kredit. Jika hal itu terjadi secara masif maka roda perekonomian akan bisa kembali berputar dengan lebih kencang.
“Kita udah lakukan quantitative easing udah sangat besar jadi kami harap bank untuk turunkan suku bunga kreditnya agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan ekonomi bisa berlanjut,” pungkas Perry. (DIN/rif)
Leave a comment