Oleh : Ferdinand Hutahaean
Politisi, Aktivis Sosial Politik dan Hukum
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia
Pemerintah melalui SKK Migas selama ini berkali-kali memberikan pernyataan tentang target lifting Migas pada tahun 2030 yaitu sebesar 1 Juta BOPD . Sebuah target yang ambisius, bahkan melampaui nalar orang normal yang mungkin saja jadi bahan tertawaan kalangan yang memahami dan mengerti situasi nyata Indonesia. Sebuah target yang bahasa rakyatnya tidak tau diri. Target ini disampaikan tanpa beban oleh pejabat-pejabat SKK Migas tanpa malu dan tanpa rasa bersalah sedikitpun. 2030 tersisa 5,5 tahun lagi. Apakah target tersebut bisa dicapai? Mari kita ulas secara singkat dengan bahasa rakyat yang mudah dimengerti agar rakyat kita tidak terlena oleh janji – janji palsu para pejabat negara.
Pertama. Kita bicara tentang target lifting 3 tahun terakhir untuk menunjukkan dan mengukur grafik kenaikan atau penurunan lifting migas tahunan. Pada tahun 2021, didalam APBN ditetapkan target lifting adalah sebesar 705 Ribu BOPD dengan realisasi sebesar 660 Ribu BOPD atau sebesar 93,6%. Tahun 2022 target lifting kita ditetapkan di APBN sebesar 703 Ribu BOPD dan ternyata hanya tercapai relisasi sebesar 606,98 Ribu BOPD atau sebesar 86,34% dari target. Kemudian pada APBN 2023 target lifting ditetapkan sebesar 660 Ribu BOPD dan realiasi adalah rata-rata 612 Ribu BOPD atau berkisar 92,72% dari target. Dengan demikian, dari tahun 2021 hingga tahun 2023 target lifting APBN menurun dari 705 Ribu BOPD (2021) , 703 Ribu BOPD (2022) dan 660 BOPD (2023) dengan realisasi 660 Ribu BOPD (2021), 606,98 Ribu BOPD (2022) dan 612 Ribu BOPD (2023). Maka grafik target lifting 2021 s.d 2023 terjadi penurunan dan grafik produksi atau realisasi turun pada 2022 dan naik sedikitsekitar 6 Ribu BOPD pada 2023. Dan bila kita memasukkan data target lifting pada APBN 2024 sebesar 635 Ribu BOPD dengan realisasi berjalan sebesar 563 Ribu BOPD atau setara 88,6%, maka hampir mustahil pemerintah atau SKK Migas akan bisa mencapai target 1 Juta BOPD pada 2030 yang tersisa 5,5 Tahun lagi. Mengapa mustahil dan hampir tidak mungkin? Karena melihat fakat-fakta dilapangan dan data tidak mungkin SKK Migas bisa menaikkan angka lifting sekitar 70 Ribu BOPD setiap tahunnya dan justru sebaliknya terjadi penurunan angka lifting. Bukankah ini namanya pungguk merindukan Bulan?
Kedua. Bila kita mengumpulkan data jumlah RIG dan jumlah cadangan terbukti minyak yang ada dengan minimnya eksplorai baru, maka peningkatan atau penambahan 70 Ribu BOPD itu adalah sesuatu yang tak mungkin dicapai dengan kinerja seperti saat ini. Ini adalah masalah yang tidak mudah ditangani karena jumlah RIG yang terbatas untuk pengeboran sumur baru maupun sumur pengembangan. Meski Pertamina dan SKK sering melontarkan telah menerapkan teknologi EOR (Enhanced Oil Recovery) untuk menambah atau meingkatkan produksi minyak, tapi hal tersebut terbukti sampai saat ini tidak mampu meningkatkan jumlah produksi tapi justru data menunjukkan penurunan produksi dan pada tahun berjalan 2024 hanya berkisar di 563 Ribu BOPD turun dari tahun-tahun sebelumnya.
Ketiga. Sistem Gross Split yang diterapkan oleh pemerintah dalam hal ini SKK Migas justru ternyata berbanding terbalik dengan harapan. Sistem ini telah menghambat dan menurunkan harapan adanya eksplorasi lapangan baru karena biaya yang mahal tak ada jaminan pengembalian biaya apabila eksplorasi gagal. Berbeda dengan system Cost Recovery yang menjamin semua kegagalan yang terjadi. Namun memang dilema selalu ada dalam setiap kebijakan. Tapi selayaknya pemerintah harus mengambil resiko paling kecil dan tidak menutup ruang bagi eksplorasi baru oleh kalangan swasta. Sistem Gross Split hanya akan berhasil bila eksplorasi dibiayai oleh negara. Pertamina akan kesulitan membiayai seluruh biaya eksplorasi karena Pertamina juga dengan kondisi keuangannya tidak akan mampu tanpa mengandalkan hutang atau pinjaman baru. Persoalan akan muncul karena sindikasi keuangan tidak akan tertarik meminjamkan uang untuk membiayai eksplorasi yang beresiko tinggi. Maka Solusi untuk ini, pemerintah harus mengubah system Gross Split ke system Cost Recovery jika ingin berlari lebih cepat dalam menaikkan target lifting dengan catatan audit yang lebihbtajam terhadap seluruh biaya. Jangan membakar lumbung untuk sekedar membunuh tikus.
Dengan catatan singkat diatas yang saya suguhkan dengan bahasa yang ringan, mudah-mudahan bisa dicerna dan dipahami bahwa target lifting 1 Juta BOPD dari pemerintah dan SKK Migas itu hanya sebuah rindu tak berbalas, Bagai Pungguk merindukan Bulan. Sebuah target omong kosong dan membohongi rakyat. [•]
Leave a comment