Jakarta, hotfokus.com
Kepemimpinan Alex Sinaga di berbagai perusahaan ditengarai sering memunculkan berbagai problem besar. Salah satu contoh, misalnya saat memimpin Telkom sebagai CEO, satelit Telkom-1 mengalami kerusakan permanen dan menjadi sampah antariksa.
Hal itu mengakibatkan para pelanggan, perusahaan, juga negara mengalami kerugian ratusan miliar rupiah bahkan mungkin triliunan rupiah akibat tidak berfungsi normalnya layanan satelit Telkom mulai akhir Agustus 2017 selama lebih dari 1 bulan.
Menurut Presidium Forum Aktifis Jakarta (FAJAR), Iskandar, dari pemberitaan dan analisis media, penyebab kegagalan layanan satelit Telkom antara lain karena manajemen Telkom gagal menetapkan skala prioritas. “Pengerjaan satelit pengganti Telkom-1 baru dimulai 2016, lebih dari 2 tahun setelah masa operasi satelit Telkom-1 yang berakhir pada 2014,” katanya pada diskusi publik yang berlangsung di Jakarta, Minggu (22/4).
Selain itu, kata dia, manajemen Telkom juga gagal menerapkan standar Quality of Service. Setelah secara sepihak menyatakan satelit Telkom-1 masih dapat beroperasi hingga 2019, manajemen Telkom tidak menyiapkan mitigasi resiko (backup) dengan menyewa dari operator satelit lain.
“Sebuah ironi manakala di satu sisi Alex menyatakan bahwa setelah 2014, Telkom hanya tinggal menangguk untung dari satelit Telkom-1, di sisi lain tidak menyediakan contingency plan,” ujarnya.
Menurut Iskandar, penyebab kegagalan lainnya adalah manajemen Telkom gagal menerapkan standar Keterbukaan Informasi Publik. Berapa banyak korporasi (bank, lembaga penyiaran), militer, juga instansi pemerintah yang menjadi pengguna satelit Telkom-1 memahami bahwa masa operasi satelit tersebut sampai 2014? “Berapa banyak yang diberi tahu bahwa Telkom tidak menyediakan backup?” katanya
Yang lebih membuat miris, lanjut dia, disinyalir manajemen Telkom tidak mematuhi peraturan perundangan-undangan tentang satelit. “Jika ini benar terjadi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, di samping menelan biaya sangat besar, fungsi satelit sangat strategis dan terkait erat dengan pertahanan dan keamanan negara,” paparnya.
Sebelum menjabat sebagai CEO Telkom, lanjut dia, Alex adalah CEO Telkomsel selama lebih kurang 2 tahun (2012-2014). Baru 4 bulan menjabat, tepatnya 14 September 2012, majelis hakim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjatuhkan vonis pailit kepada Telkomsel.
“Putusan tersebut sempat mengguncang industri telekomunikasi nasional, karena Telkomsel adalah raksasa seluler terbesar. Meskipun akhirnya MA mengabulkan permohonan kasasi Telkomsel dan menolak peninjauan kembali yang diajukan PT Prima Jaya Informatika (penggugat pailit),” jelasnya.
Problem besar lain terjadi saat Alex memimpin Telkom Metra, sebelum dipindah ke Telkomsel. Sebagai CEO Telkom Metra, Alex turut membidani konsorsium yang mengerjakan proyek MPLIK Kominfo bernilai ratusan miliar. “Dari pemberitaan media, proyek tersebut pada akhirnya mangkrak,” ucapnya.
“Memperhatikan usia Alex yang telah melewati usia pensiun bagi karyawan Telkom, sudah saatnya Alex menyerahkan tongkat kepemimpinan Telkom kepada generasi penerusnya yang lebih tangguh dan punya perencanaan jangka panjang yang lebih baik,” pungkasnya.(RAL)
Leave a comment