JAKARTA — Ketua Komisi VIII DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengatakan, lifting minyak dan gas tidak tercapai. Berdasarkan catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), selama 6 bulan pertama tahun 2018 lifting migas baru mencapai 1,923 juta barrel oil equivalent per day (BOEPD) dari target APBN 2018 sebesar 2 juta barel.
“Prediksi lifting minyak sampai akhir tahun hanya mencapai 775 ribu barel per day atau 97 persen dari target. Sedangkan lifting gas bumi mencapai 1,152 juta BOEPD atau 96 persen dari target sebesar 1,2 juta barel. Hingga tahun 2018 lifting gas diprediksi mencapai 1,116 juta atau 93 persen dari target,” papar politisi Gerindra itu di sela rapat dengar pendapat Komisi VII dengan Dirjen Migas, SKK Migas, dan KKKS di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/8/2018).
Gus Irawan menegaskan, salah satu masalah terbesar meningkatkan produksi Migas adalah regulasi. Menurutnya, investor yang sudah beroperasi mendadak menahan diri untuk menambah investasi. Sementara investor baru tidak tertarik karena realisasi kebijakan yang belum terwujud secara komprehensif, masih bersifat sektoral dan belum mampu memberi peluang untuk mencapai keekonomian dalam operasional industri migas di Indonesia.
Dikatakan pula, perlu ada pembenahan mata rantai birokrasi, mulai dari proses eksplorasi, produksi, hingga ke distribusi produk untuk konsumsi agar menjadi lebih efisien. Dalam rencana umum energi nasional (UEN) yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 disebutkan bahwa hingga tahun 2050 pemenuhan kebutuhan migas sangat mengandalkan impor.
“Hal ini tentu tidak sehat bagi ketahanan energi nasional, padahal Indonesia masih memiliki potensi meningkatkan produksi dari ladang migas dalam negeri, asalkan mau bekerja keras untuk terciptanya konsistensi dalam kebijakan demi iklim investasi migas yang lebih menarik bagi investor nasional maupun global,” tegasnya.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto dalam kesempatan itu mengatakan, pemerintah menyadari bahwa dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional dan pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi yang sebesar-besar untuk kesejahteraan rakyat, optimalisasi tata kelola migas menjadi suatu kebutuhan mendesak.
“Namun demikian terdapat berbagai tantangan yang perlu kita sikapi dengan hati-hati, yaitu diantaranya lapangan-lapangan minyak yang sudah produksi di Indonesia sudah cukup tua dan sudah puluhan tahun berproduksi dan mengalami penurunan produksinya. Dinamika global juga memiliki pengaruh yang besar terhadap harga minyak dunia dan kecenderungan investasi migas. Pemerintah menanggapi serius dan hati-hati penataan tata kelola migas,” ujarnya.
Disampaikannya, sejak tahun 2010, rata-rata produksi minyak dan gas bumi di Indonesia mengalami penurunan. Apabila dibandingkan dengan produksi migas Indonesia pada tahun 2010, maka tahun 2017 produksi minyak bumi mengalami penurunan sebesar 15,2 persen, dan produksi gas bumi Indonesia mengalami penurunan 14 persen. “Masalah regulasi juga masih menjadi kendala, khususnya terkait dengan masalah pemanfaatan lahan yang harus berkoordinasi dengan Kementerian LHK,” tuturnya. (kn)
Leave a comment