Praktik pungutan biaya service (service charge) yang dibebankan kepada konsumen pada setiap transaksi pembelian makanan dan minuman di restoran dan/atau kafe patut dipertanyakan dari sisi keadilan, transparansi, dan kepastian hukum.
Biaya service tersebut umumnya digabungkan langsung dalam bill pembayaran, sehingga konsumen tidak memiliki ruang untuk menyatakan persetujuan secara bebas dan sadar atas pungutan tersebut.
Pada dasarnya, harga makanan dan minuman yang ditetapkan oleh penjual merupakan harga final atas suatu produk yang sudah mencakup seluruh proses bisnis di dalamnya. Proses tersebut meliputi pengolahan bahan, penyajian, pelayanan oleh karyawan, hingga makanan atau minuman diterima oleh konsumen di meja atau di tangan mereka. Dengan demikian, unsur “jasa pelayanan” sejatinya telah melekat secara inheren dalam harga produk itu sendiri. Tanpa adanya pelayanan, produk tersebut tidak mungkin sampai dan dinikmati oleh konsumen.
Oleh karena itu, pemungutan biaya service tambahan menjadi tidak relevan dan berpotensi bersifat eksploitatif. Konsumen diposisikan seolah-olah wajib membayar jasa yang sebenarnya sudah menjadi tanggung jawab pelaku usaha. Dalam praktiknya, konsumen tidak pernah diberi opsi untuk menolak layanan tersebut, karena layanan adalah bagian tak terpisahkan dari pembelian makanan dan minuman. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: atas dasar apa biaya service tersebut dipungut?
Lebih jauh, jika pungutan biaya service dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas, tanpa persetujuan eksplisit konsumen, dan tanpa transparansi mengenai peruntukan dana tersebut, maka praktik ini patut diduga sebagai pungutan liar terselubung. Terlebih lagi, apabila biaya service tersebut tidak sepenuhnya diterima oleh karyawan sebagai penerima manfaat langsung, melainkan masuk ke dalam pendapatan perusahaan.
Dalam perspektif perlindungan konsumen, praktik ini dapat dianggap melanggar prinsip kejujuran dan keadilan dalam transaksi. Konsumen berhak mengetahui dengan jelas harga yang harus dibayar dan untuk apa pembayaran tersebut digunakan. Penggabungan biaya service dalam bill tanpa penjelasan yang memadai berpotensi menyesatkan dan merugikan konsumen.
Oleh karena itu, sudah semestinya pemerintah melalui instansi terkait melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik pemungutan biaya service di sektor restoran dan kafe. Jika terbukti tidak memiliki dasar hukum yang sah atau melanggar prinsip perlindungan konsumen, maka pemungutannya selayaknya dikenakan sanksi administratif maupun sanksi hukum lainnya. Regulasi yang tegas diperlukan agar tidak terjadi pembiasaan praktik yang merugikan masyarakat dan mencederai kepercayaan konsumen.

Pada akhirnya, pelayanan yang baik adalah kewajiban pelaku usaha, bukan komoditas tambahan yang dapat dipungut secara sepihak. Transparansi harga dan keadilan dalam transaksi harus menjadi fondasi utama dalam hubungan antara penjual dan konsumen.[•]
Leave a comment