Jakarta, Hotfokus.com
Sederet persoalan menanti Dirut Baru PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, yang baru saja dilantik oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Mulai dari persoalan konsumsi listrik yang menurun, hingga peralihan energi fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT).
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menanggapi pergantian Dirut PLN dari Zulkifli Zaini ke Darmawan Prasodjo hari ini, Senin (6/12/2021).
Menurut Mamit, pergantian Dirut PLN merupakan penyegaran pada BUMN tersebut. Sebab, Darmawan Prasodjo dianggap Mamit memiliki mobilitas yang tinggi dan dikenal gesit dalam menjalankan tugas, sehingga tenaga baru yang dibawanya, dipercaya akan mampu menggerakkan PLN ke arah yang lebih baik lagi.
“Pak Darmo ini mobilitasnya cukup tinggi dan lebih progresif. Apalagi beliau ini masih cukup muda dengan pengalaman di sektor energi yang cukup banyak. Harapannya, di bawah kepemimpinan Pak Darmo, PLN akan semakin adaptif dalam menghadapi transisi energi dan perubahan yang ada. PLN juga bisa terus meningkatkan penjualan listrik mereka di tengah kondisi saat ini yang oversupply untuk Jawa Sumatera. Perlu ada terobosan agar konsumsi listrik terus meningkat. Selain itu, PLN harus terus melakukan efisiensi agar keuangan mereka terus positif di tengah tekanan ekonomi dan politik yang semakin kuat apalagi menjelang tahun 2022 yang sudah memasuki tahun politik,” ujar Mamit kepada Hotfokus.com.
Mamit mengatakan, ada beberapa isu yang harus dikawal oleh Darmawan Prasodjo ke depan selama menjabat sebagai Dirut PLN. Isu yang utama terkait dengan RUU EBT, dimana akan disahkan oleh DPR pada masa sidang 2022. Hal ini harus dipastikan bahwa UU EBT tidak memberatkan PLN terkait dengan skema feed in tariff maupun skema take or pay untuk pembangkit EBT.
Yang kedua adalah terkait dengan carbon trading. Hal ini menurut Mamit harus dikawal agar skema carbon trading tidak memberatkan PLN, mengingat pembangkit milik PLN sendiri teknologinya sudah lama sehingga kalah jauh jika dibandingkan pembangkit diluar milik PLN. Ketiga terkait dengan RPP SDA dimana penetapan Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air ( BJPSDA) tidak memberatkan bagi PLN. Jika tarif BJPSDA terlalu tinggi maka dipastikan akan meningkatkan biaya produksi bagi PLN.
Yang kelima dan sangat penting terkait dengan adanya adjustment tarif dasar listrik non subsidi pada 2022 yang akan datang. Hal ini penting mengingat sejak 2017 tidak pernah ada adjustment tarif dasar listrik.
“Jadi saya kira cukup banyak PR yang harus diselesaikan oleh Pak Darmo diluar yang saya sebutkan diatas,” pungkasnya. (SNU)
Leave a comment