Jakarta, Hotfokus.com
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen secara tahunan (year on year / yoy). Apabila dibandingkan dengan triwulan I 2020 terjadi kontraksi sebesar 4,19 persen. Anjloknya pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2020 ini adalah imbas dari pandemi covid-19 yang memukul seluruh sektor mulai dari usaha mikro kecil menengah (UMKM) hingga sektor korporasi.
Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan bahwa kontraksi 5,32 persen ini adalah yang terendah sejak tahun 1999. Pada triwulan I tahun 1999 tersebut angka pertumbuhan ekonominya sebesar -6,13 persen. Dijelaskannya bahwa jika dilihat berdasarkan produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) pada triwulan II 2020 sebesar Rp3.687,7 triliun. Sedangkan apabila dilihat atas dasar harga konstan (ADHK) mencapai Rp2.589,6 triliun. Catatan negatif pertumbuhan ekonomi nasional ini juga terjadi di beberapa negara mitra dagang Indonesia. Bahkan beberapa diantaranya sudah menyatakan secara resmi terjadi resesi.
“Pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi minus 5,32 persen, kalau dibandingkan secara kuartalan juga kontraksi minus 4,19 persen. Sementara kumulatif terhadap semester I 2019 terjadi kontraksi minus 1,26 persen. Pergerakan PDB menurut triwulanan bahwa kontraksi cukup dalam karena covid-19 yang luar biasa dampaknya,” ujar Suhariyanto dalam dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8).
Dijelaskannya, bahwa sumber pertumbuhan ekonomi sepanjang triwulan II 2020 berdasarkan lapangan usaha, sektor pertanian, informasi dan komunikasi (Infokom) dan pengadaan air menjadi penopang utama. Sementara yang menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 jatuh ke level negatif adalah sektor transportasi dan pergudangan. Sektor ini pertumbuhannya anjlok menjadi -29,22 persen. Disusul berikutnya adalah sektor akomodasi dan makanan – minuman.
Dijelaskannya bahwa untuk pertumbuhan PDB sektor pertanian pada periode tersebut mencapai 16,24 persen dan sekaligus menjadi yang tertinggi. Kemudian infokum tumbuh 2,44 persen dan sektor pengadaan air sebanyak 1,28 persen.
“Sektor pertanian yang tumbuh positif karena ada pergesesan panen raya, kalau tahun lalu panennya pada Maret, tahun ini April dan Mei masih ada panen. Kemudian juga ditopang oleh tanaman perkebunan dan kehutanan yang masih tumbuh positif,” ulasnya.
Sementara itu, lanjut Suhariyanto, jika dilihat dari sisi pengeluaran pertumbuhan ekonomi triwulan II 2020 ditopang oleh konsumsi pemerintah yang memberikan andil sebesar 22,32 persen. Sementara untuk kelompok pengeluaran lainnya semuanya mengalami pertumbuhan negatif.
Untuk konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang utama, saat ini justru terkontraksi mencapai 6,51 persen yoy. Kemudian untuk komponen PMTB (pembentuk modal tetap bruto) struktur pertumbuhan PDBnya juga negatif sebesar 9,71 persen. Sementara untuk komponen belanja pemerintah dan juga konsumsi Lembaga non profit yang mensuport rumah tangga (LNPRT) juga tumbuh negatif 0,78 persen.
“PMTB juga melemah, ekspor impor juga negatif. LNPRT juga anjlok jika dibandingkan tahun lalu sebab tahun lalu LNPRT terbantu karena adanya Pilpres sementara untuk tahun ini pilkada digeser karena adanya covid-19,” sambungnya.
Suhariyanto berharap agar di triwulan III 2020 angka pertumbuhan ekonomi akan mulai membaik meskipun belum bisa sepenuhnya kembali normal seperti sebelum adanya covid-19. Berbagai kebijakan pemerintah yang memberikan stimulus mulai dari sektor UMKM hingga korporasi diharapkan menjadi pemicu perbaikan.
“Kita harap pertumbuhan ekonomi di triwulan III akan lebih bagus dibandingkan triwulan II 2020 syukur-syukur bisa positif. Kunci pentingnya untuk itu adalah penerapan protokol kesehatan supaya covid tidak nyebar kemana – mana,” pungkas Suhariyanto. (DIN/rif)
Leave a comment