JAKARTA — Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan sangat menyesalkan kenapa harga airlines ticket tidak pernah turun, padahal pemerintah sudah sering menghimbau kepada operator airlines.
“Masalah airlines ticket menimbulkan banyak persepsi di masyarakat dan dapat menimbulkan kegaduhan persepsi,” tegasnya.
Luhut meminta Garuda Indonesia sebagai leading nasional airlines harus segera menurunkan harga tiket dan itu merupakan perintah.
Luhut menegaskan akan menguhubungi pihak terkait agar izin AKR dapat dipercepat dan diberikan tanggal 1 April 2019 agar segera menjadi competitor Pertamina dan menyediakan avtur bagi pesawat.
“Penurunan harga tiket kesemua rute adalah wajib demi kepentingan nasional dan harus dilakukan segera terhitung awal April 2019,” tegasnya.
Menko Maritim menyesalkan karena Dirut Garuda tidak hadir dalam rapat. Untuk itu Luhut menyampaikan kepada staf yang mewakili Dirut Garuda agar pada Selasa 26 maret 2019 sore sang Dirut menghadap Menko Maritim guna membahas lebih lanjut terkait instruksi untuk menurunkan harga airlines ticket.
Sementara Menhub Budi Karya Sumadi meminta Garuda agar di semua rute harus ada sub class.
“Penurunan harga tiket harus dilakukan kesemua rute penerbangan, jangan hanya daerah-daerah tertentu saja dan harus diumumkan,” tegasnya.
PT Pertamina menurunkan harga avtur menjadi Rp 7.960 perliter dari sebelumnya Rp 8.210.
“Pertamina secara rutin mengevaluasi dan menyesuaikan harga avtur secara periodik, yaitu sebanyak dua kali dalam satu bulan. Untuk periode kali ini, 16 Februari 2019, harga avtur mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya,” ujar Direktur Energy Watch Mamit Setiawan.
Menurut dia, dengan telah terbukti dan diturunkannya harga avtur oleh Pertamina dan ternyata harga tiket tidak turun maka sangat aneh jika Menko Maritim malah mendorong agar secepatnya ada perusahaan swasta AKR untuk berbisnis avtur seperti Pertamina .
“Maskapai penerbangan harus menurunkan harga tiket karena harga avtur sudah diturunkan cukup tinggi oleh PT Pertamina,” tutur Mamit
Saat ini moda transportasi udara sudah menjadi salah satu pilihan utama masyarakat baik untuk berbagai macam urusan. Jadi mahalnya harga tiket sangat memberatkan dan bisa berdampak pada produktivitas dan juga perekonomian masyrakat.
Sementara Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mendorong agar pihak swasta untuk segera berbisnis avtur di bandara yang ada, terkesan menyatakan bahwa penyebab tingginya tarif penerbangan dalam negeri disebabkan oleh harga avtur.
Publik bisa menilai bahwa harga avtur hanya jadi kambing hitam untuk swasta bisa menyaingi bisnis avtur Pertamina, apa lagi jika ini didorong oleh Menko Maritim supaya swasta agar segera memperoleh izin berbisnis avtur di bandara.
“Mendorong ada perusahaan swasta berbisnis avtur untuk bersaing dengan BUMN Pertamina bisa melukai perasaan rakyat sebagai pemilik BUMN Pertamina apa lagi pemerintah sendiri telah mengakui bahwa avtur bukan satu-satunya penyebab dari mahalnya harga tiket penerbangan dalam negeri,” tegas Sofyano.
Ekonom konstitusi Defiyan Cori menilai, setelah adanya kebijakan pemerintah merevisi harga jual eceran avtur, ternyata fakta mahalnya harga tiket maskapai dalam negeri, khususnya Garuda Indonesia tetap terjadi dan menjadi keluhan serta beban konsumen.
“Sinergi BUMN yang telah ditunjukkan oleh Pertamina ternyata tidak ditindaklanjuti oleh keprofesionalan manajemen maskapai penerbangan, terutama Garuda Indonesia untuk meringankan beban biaya pada penumpang tersebut,” tegasnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN harus mencari tahu akar permasalahan masih mahalnya harga tiket pesawat ini.
“Patut diduga bahwa motif maskapai penerbangan dalam negeri, yang tidak menurunkan harga tiket pesawat pasca turunnya harga jual eceran avtur adalah untuk mencari keuntungan (margin) yang sebesar-besarnya dengan membebankan semua biaya yang tidak efisien dan gambaran pekerjaan yang tidak efektif di dalam internal manajemen maskapai tersebut, keseluruhannya pada konsumen penumpang,” paparnya.
Sebagaimana perintah Presiden yang meminta untuk segera menurunkan harga tiket pesawat setelah maskapai dalam negeri, khususnya Garuda Indonesia memperoleh harga jual yang semakin murah, maka pihak Dewan Direksi Garuda Indonesia dapat disebut melakukan tindakan pengabaian perintah Kepala Negara.
Bahkan, sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, khususnya pasal 66 ayat 1, maka BUMN juga terikat pada fungsi Public Service Obligation (PSO) yang berarti lebih mengutamakan pelayanan kepentingan publik atau konsumen penumpang pesawat. Artinya, margin keuntungan yang bisa diambil oleh Garuda Indonesia tak membuat harga tiket semakin mahal. (acb)
Leave a comment