Jakarta, hotfokus.com
Pemerintah diminta segera membatalkan rencana revisi keenam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Hal itu diungkapkan pengamat energi, Marwan Barubara dalam keterangan persnya, Jumat (16/11). Menurutnya revisi PP 23/2010 sangat berpotensi bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara (Minerba) .
Marwan yang juga sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Resource Studies (IRESS), mengungkapkan negara berpotensi akan dirugikan karena pengelolaan sumber daya alam (SDA) akan dikuasai oleh segelintir korporasi dan oknum. Oleh sebab itu revisi tersebut harus dihentikan demi menjaga agar pemanfaan SDA adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia seperti tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945.
“Pengelolaan SDA harus dijalankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan demikian, akan diperoleh manfaat pemilikan sumber daya alam (minerba) bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata Marwan.
Selain itu, rencana revisi PP 23/2010 juga bertentangan dengan sejumlah ketentuan UU 4/2009 tentang Minerba, yakni Pasal 83, Pasal 169 dan Pasal 171. Menurut Pasal 83, luas maksimal Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi hanya 15.000 hektar.
Di samping wajib untuk menyesuaikan ketentuan dalam Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) dengan ketentuan dalam UU Minerba, pemegang kontrak KK dan PKP2B tidak mempunyai hak sama sekali untuk memperoleh perpanjangan usaha pertambangan secara otomatis saat kontrak berakhir, walaupun bentuk kerja samanya berubah menjadi IUPK. UU Minerba tidak mengenal adanya perpanjangan KK/PKP2B.
“Setelah berakhirnya masa berlaku suatu kontrak (KK atau PKP2B), pemerintah mempunyai wewenang penuh untuk tidak memperpanjang kontrak,” ungkap Marwan.
Dia menambahkan, seluruh wilayah kerja (WK) tambang yang tadinya dikelola kontraktor harus dikembalikan kepada negara. Negara berkuasa penuh atas WK tambang, yang kemudian berubah menjadi wilayah pencadangan negara (WPN). Pengelolaan lebih lanjut atas WPN diproses melalui tender dan persetujuan DPR. Namun, sesuai amanat konstitusi dan kepentingan strategis negara, dan terutama guna menjamin ketahanan energi nasional, maka sudah seharusnya pengelolaan atas WPN tersebut dilakukan oleh BUMN.
Marwan menyampaikan pengelolaan WPN hasil dari PKP2B yang kontraknya berakhir harus dilakukan oleh suatu BUMN khusus yang 100% sahamnya milik negara, dan dapat digabungkan menjadi salah satu anggota Holding BUMN Tambang.
“Dengan demikian, pasokan energi batu bara untuk PT PLN (Persero) dan industri dalam negeri akan lebih terjamin, bertarif khusus dan berkelanjutan,” kata Marwan. (DIN)
Leave a comment